
Transformasi Peternakan Rakyat di Malang: Ketika Teknologi Mobile Jadi Senjata Baru Peternak Kambing dan Domba
Di tengah gempuran era digital yang tak bisa dibendung, sekelompok dosen muda dari Institut Teknologi, Sains, dan Kesehatan (ITSK) RS dr. Soepraoen Malang justru memilih turun ke lapangan — bukan untuk mengajar di kelas, tapi untuk membawa revolusi digital ke kandang-kandang ternak rakyat. Pada Selasa, 9 September 2025, di Villa Omah Gayeng, Singosari, Kabupaten Malang, mereka menggelar Pelatihan dan Workshop Sistem Monitoring Ternak Ruminansia Berbasis Mobile — sebuah langkah nyata yang bukan hanya inovatif, tapi juga penuh empati terhadap nasib para peternak kecil.

Kegiatan ini bukan sekadar seremoni akademik. Ini adalah jawaban konkret atas tantangan nyata yang dihadapi peternak tradisional: ketidakpastian data populasi, sulitnya melacak kesehatan ternak, hingga minimnya catatan perkembangan individu hewan ternak. Di bawah naungan hibah dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) dengan nomor DIPA SP DIPA-139.04.1.693320/2025 revisi ke-04, tim yang dipimpin oleh M. Syauqi Haris, M.Kom (Prodi Informatika), bersama anggota Risqy Siwi Pradini dan Jailani Rusdi, menghadirkan solusi teknologi yang sederhana namun sangat berdampak: sebuah aplikasi mobile yang dirancang khusus untuk memantau ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba.
Mengapa Ini Penting? Karena Data adalah Kekuatan Baru di Dunia Peternakan
Bayangkan seorang peternak kecil di lereng Gunung Arjuna, yang selama ini mengandalkan ingatan dan catatan manual untuk mengelola puluhan ekor kambingnya. Dengan aplikasi ini, ia kini bisa memberi “KTP digital” untuk setiap ternaknya — mulai dari riwayat kesehatan, status reproduksi, hingga riwayat perpindahan kandang. Fitur-fitur seperti pelacakan ternak sakit, manajemen koloni kawin, hingga pemantauan induk bunting dan cempe (anak kambing/domba) kini ada dalam genggaman tangan. Ini bukan sekadar kemudahan — ini adalah lompatan produktivitas.
Syauqi menegaskan, “Tujuan utama kami adalah memberdayakan peternak agar mereka tidak lagi bekerja secara reaktif, tapi proaktif. Dengan data yang akurat dan real-time, mereka bisa mengambil keputusan bisnis yang lebih cerdas — kapan harus mengawinkan, kapan harus menjual, atau kapan harus fokus pada penggemukan.”
Tiga Pilar Utama Aplikasi: Manajemen, Budidaya, dan Perawatan Cempe
Aplikasi ini dibangun di atas tiga pilar utama yang saling terintegrasi:
- Manajemen Ternak — Setiap hewan diberi ID unik. Peternak bisa mencatat kapan ternak sakit, dipindah kandang, atau sedang dalam proses kawin. Status ternak (aktif, jual, mati) juga terpantau dengan jelas.
- Budidaya Ternak — Fitur ini membantu peternak merencanakan siklus hidup ternak: mulai dari kelahiran, penyapihan, masa penggemukan, hingga pendewasaan. Bahkan, ada fitur “kontrol” untuk memastikan setiap tahap tumbuh kembang ternak terpantau secara ilmiah.
- Perawatan Cempe dan Induk — Bagian ini sangat vital. Perawatan cempe yang rentan, pemantauan induk bunting, hingga penanganan pasca-melahirkan — semuanya tercatat sistematis. Ini mengurangi angka kematian anak ternak dan meningkatkan kualitas genetik populasi.
Dari Pelatihan ke Pendampingan: Komitmen Jangka Panjang
Yang membedakan kegiatan ini dari sekadar pelatihan biasa adalah komitmen jangka panjang. Tim ITSK tidak sekadar datang, mengajar, lalu pergi. Melalui kolaborasi strategis dengan Koperasi Sarwa Adem Mulya — mitra utama yang membina peternak lokal — pendampingan akan terus berlanjut. Peternak akan didampingi dalam proses adaptasi teknologi, evaluasi penggunaan aplikasi, hingga penyempurnaan fitur berdasarkan kebutuhan lapangan.
“Kami tidak ingin ini jadi proyek ‘one time event’. Ini adalah awal dari transformasi berkelanjutan. Peternak akan mencoba aplikasi di kandang mereka masing-masing, dan kami — bersama koperasi — akan terus mendampingi,” tegas Syauqi.

ITSK Soepraoen: Tidak Hanya Mengajar, Tapi Juga Menggerakkan
Kegiatan ini semakin menegaskan peran ITSK RS dr. Soepraoen Malang bukan hanya sebagai lembaga pendidikan, tapi juga sebagai motor penggerak inovasi sosial-ekonomi berbasis teknologi. Mereka membuktikan bahwa riset dan pengabdian masyarakat bisa berjalan beriringan, dengan dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat — bukan di laboratorium, tapi di kandang, di sawah, di kehidupan nyata.
Di era di mana teknologi sering dianggap elitis dan jauh dari rakyat kecil, inisiatif seperti inilah yang menjadi penyeimbang. Ini adalah bukti bahwa teknologi, jika dirancang dengan hati dan dipahami dengan empati, bisa menjadi alat pemerataan — alat untuk memperkecil jurang antara peternak kecil dan pasar modern, antara desa dan kota, antara tradisi dan inovasi.
Mari Dukung Peternak Lokal — Mereka adalah Pahlawan Pangan yang Tak Tersorot
Kita sering lupa bahwa di balik daging kambing yang kita santap saat Idul Adha, atau susu domba yang jadi bahan kosmetik premium, ada tangan-tangan peternak yang bekerja keras tanpa henti. Kini, dengan dukungan teknologi, mereka punya kesempatan untuk bekerja lebih cerdas, lebih efisien, dan lebih sejahtera. Mari beri apresiasi, dukungan, dan ruang bagi inovasi-inovasi seperti ini — karena ketika peternak naik kelas, kita semua ikut menikmati manfaatnya: pangan yang lebih aman, ekonomi desa yang lebih kuat, dan kedaulatan pangan yang lebih kokoh.